Pemerataan pendidikan masih menjadi problem klasik di tanah air. Kualitas pendidikan dan ketiadaan akses menjadi kendala tersendiri bagi masyarakat marginal. Mengutip data BPS pada statistik pendidikan 2018, "Hanya 18,59 persen penduduk usis 19 – 24 tahun di Indonesia yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi". Dari sisi kualitas, perbedaan kualitas sekolah pada tingkat pendidikan menengah berimbas pada kesempatan siswa melanjutkan ke perguruan tinggi juga keberhasilan menyelesaikan pendidikan di universitas.
Berdasarkan hal tersebut, memberikan kesempatan kepada golongan kurang mampu untuk memperoleh akses pendidikan menjadi dasar utama pendayagunaan zakat untuk beasiswa pendidikan. Namun tentu pekerjaan rumah ini tidak hanya itu, pembinaan menjadi ruh utama program. Penelitian Smeru Research Institute berjudul “Effect of Growing Up Poor on Labor Market Outcomes" menyatakan bahwa anak yang pada usia 8-17 tahun hidup dalam kemiskinan, ketika bekerja pendapatannya akan 87 persen lebih rendah dari mereka yang kecilnya tidak miskin. Sebuah kesimpulan yang didapat melalui penelitian jangka panjang di 13 provinsi terhadap 22.000 orang dari 7.224 keluarga dari tahun 2000, 2007, dan 2014 dan mewakili 83 persen populasi Indonesia.
Desain program LBB tidak terlepas dari tujuan pendirian dan dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Pun data terkait tentang itu. Upaya agar menjadikan zakat menjadi rukun Islam yang senatiasa tegak seperti rukun Islam yang lainnya.